Ada fakta yang lucu dan aneh ketika mencermati data tentang produksi jagung nasional. Kementerian Pertanian yang selalu menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwa produksi jagung nasional tahun 2015 sebanyak 20 juta ton. Namun angka tersebut dipertanyakan oleh kalangan asosiasi peternak, industri pakan ternak dan mereka yang bergerak di bisnis jagung. Mereka menilai angka tersebut tidak tepat bahkan mungkin terlalu berlebihan. Fakta menunjukkan, jagung yang tersedia di pasar dan gudang tidak sebanyak itu.
Setelah dicermati ternyata perbedaan itu bersumber pada standar kualitas jagung yang dipakai Kementan. Selama ini data produksi jagung yang dirilis Kementan adalah jagung basah dengan kadar air lebih dari 17 persen, sementara jagung yang dibutuhkan para peternak adalah jagung kering dengan kadar air berkisar antara 15-17 persen. Dengan perbedaan standar kualitas itu diperkirakan ada perbedaan sekitar 5,2 juta ton produksi jagung nasional. Artinya, antara produksi jagung faktual versi Kementan dengan kebutuhan kalangan industri pakan ternak dan pengusaha peternakan ada kekurangan sebanyak itu.
Perbedaan ini tentu lucu karena sudah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini pula yang tampaknya memunculkan polemik ketika pemerintah mengambil langkah impor jagung. Banyak pihak menilai produksi jagung nasional sudah mampu memenuhi kebutuhan para peternak, namun faktanya para peternak sering kesulitan mendapatkan jagung lokal. Hal ini pula yang tampaknya menjadi penyebab seringnya harga jagung ‘bergejolak’ naik turun. Lebih parah lagi, perbedaan ini tentu membuat langkah kebijakan produksi jagung nasional menjadi tidak tepat lagi. Target dan sasaran yang ingin dicapai ternyata tidak berdasar pada data kualitas yang tepat.
Kalau memang sudah diketahui dan disepakati sumber permasalahan dalam produksi jagung nasional maka perbedaan itu seharusnya tidak perlu diperpanjang lagi. Yang dibutuhkan saat ini adalah kesamaan visi dan langkah antara pemerintah, petani dan pengusaha jagung serta industri pakan dan peternaknya dalam upaya mewujudkan mimpi besar untuk mewujudkan swasembada jagung. Langkah pertama, dibutuhkan kesepakatan angka pasti dengan standar kualitas yang sama tentang kebutuhan jagung nasional. Yang berikutnya ditentukan langkah kongkrit untuk mencapai produksi yang telah ditentukan.
Masih terbuka peluang untuk bisa memacu produksi jagung hingga mencapai angka swasembada. Yang terpenting, petani diuntungkan dengan produksi jagung yang telah mereka hasilkan, dan peternak juga bisa memperoleh harga jagung terbaik. Pembatasan impor jagung menjadi salah satu solusinya. Selama ini sudah terbukti, jagung lokal lebih berkualitas dibandingkan jagung impor. Hanya saja dibutuhkan peningkatan standar kualitas dan kontinyuitas produksi. Pengembangan sentra produksi jagung berskala luas bisa menjadi salah satu solusinya.
Sumber : Tabloid Sinar Tani.com