Flora Rawa Pengendali Hama Serangga Ramah Lingkungan

Pohon Gelam

Pohon Gelam

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk mengendalikan hama serangga karena hasilnya cepat terlihat dan mudah diperoleh di pasar. Namun demikian penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan dan dapat mengakibatkan kekebalan bagi hama serangga target. Oleh karena itu, penggunaan insektisida sintetik perlu dikurangi, salahsatunya adalah menggantinya dengan insektisida dari bahan tumbuhan atau sering disebut insektisida nabati. Insektisida nabati adalah racun serangga yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai insektisida. Insektisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada

Krinyu

Krinyu

tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai insektisida, di antaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya semakin dilupakan. Pada tahun 1960-an telah ditemukan beberapa insektisida dari bahan tumbuhan yang memiliki cara kerja spesifik, seperti azadirakhtin dan senyawa lain dari tanaman meliaceae yang menghambat aktivitas makan dan perkembangan hama serangga. Sediaan insektisida dari tumbuhan mimba juga telah diketahui efektif menekan populasi hama serangga dan relatif aman terhadap lebah dan beberapa musuh alami. Pada umumnya insektisida berbahan nabati bersifat sebagai racun perut sehingga tidak membahayakan terhadap serangga bukan sasaran termasuk musuh alami, dengan demikian pengendalian yang menggunakan insektisida berbahan nabati dapat dikombinasikan dengan musuh alami. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bagian tanaman ada yang bersifat meracun terhadap hama. Sedikitnya 2.000 jenis tumbuhan dari berbagai famili telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), di antaranya terdapat paling sedikit 850 jenis tumbuhan yang aktif terhadap serangga.

Potensi Flora Rawa
Hasil eksplorasi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Badan Litbang Pertanian mengidentifikasi tidak kurang dari 103 jenis tumbuhan rawa yang berpotensi dijadikan

Daun Kepayang

Daun Kepayang

bahan baku pembuatan insektisida nabati. Koleksi tumbuhan mengandung bahan bioaktif (refelen, atrraktan atau berdaya racun) dan banyak ditemukan tumbuh liar di Kalimantan Selatan dan Tengah. Hasil koleksi terdiri dari golongan rumput, teki dan berdaun lebar serta tanaman tahunan. Sebagian nama-nama tumbuhan yang dikoleksi belum diketahui bahasa umumnya (bahasa Indonesia), sehingga masih menggunakan bahasa daerah setempat, terutama bahasa Banjar dan Dayak. Tumbuhan yang dikoleksi pada umumnya berkhasiat sebagai obat, namun ada juga yang dapat meracun terutama pada kulit dan sebagian lagi mempunyai bau yang menyengat. Hasil penelitian terhadap 3 jenis tumbuhan rawa (Gambar 1, 2, 3, 4 dan 5) seperti Gelam (Melaleuca leucandra), Krinyu (Chromolaena odorata) dan Kepayang (Pangium edule) terbukti mampu mengendalikan ulat jengkal, grayak, plutela dan penggerek padi. Aplikasi insektisida nabati dari ketiga jenis tumbuhan rawa tersebut dapat membunuh ulat grayak dan plutela dengan mortalitas masing-masing 50-65% dan 60-70%. Sedangkan tingkat kerusakan daun kedelai dapat berkurang >40% jika disemprot dengan insektisida nabati dibanding tanpa disemprot. Selain pada tanaman kedelai dan padi, insektisida nabati juga efektif mengendalikan ulat plutela pada tanaman sawi. Penggunaan insektisida nabati dapat mengurangi tingkat kerusakan tanaman sawi sebesar 60%. Melihat potensi tanaman rawa tersebut untuk dijadikan sebagai insektisida nabati, tidak hanya menguntungkan dari sisi biaya penyemprotan, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah mengurangi dampak penggunaan obat-obatan pertanian terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan.

Cara Membuat Insektisida Nabati
Insektisida nabati yang dibuat dalam bentuk ekstrak yang biasanya dibuat menggunakan pelarut organik seperti etanol, metanol, aseton, dan triton. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pelarut organik ini biasanya efektif, namun selain sulit diperoleh juga harganya mahal. Walaupun demikian, pelarut organik tersebut dapat diganti dengan detergen. Berikut ini diuraikan contoh cara membuat ekstrak bahan tumbuhan yang murah dan mudah serta efektif sebagai insektisida nabati.

a. Gelam dan Krinyu
Bahannya terdiri dari 500 gram daun gelam atau krinyu segar yang ditumbuk hingga halus

Daun Gelam

Daun Gelam

(bisa menggunakan blender) dan dilarutkan dalam 5 liter air, dicampur dengan 5 gram

Bunga Krinyu

Bunga Krinyu

detergen, kemudian diendapkan kurang lebih 24 jam dan disaring dengan kain halus.  Larutan hasil penyaringan diencerkan dengan 50 liter air, maka bahan tersebut sudah siap digunakan.

b. Kepayang

Kulit batang kepayang diserut sampai halus sebanyak 500 gram dicampur dengan 10 liter air dan 5 gram detergen kemudian endapkan selama 24 jam. Cairannya disaring dengan kain halus, hasil penyaringan tersebut dicampur dengan 50 liter air, maka bahan tersebut sudah dapat digunakan.

Bibit Kepayang

Bibit Kepayang

Cara Kerja Insektsida Nabati
Insektisida nabati memiliki aksi yang tergolong cepat, terutama dalam menghentikan nafsu makan serangga atau mencegah kerusakan lebih banyak walaupun jarang mengakibatkan kematian segera pada serangga. Selain itu residu bahan nabati tidak berdampak negatif terhadap lingkungan karena pada umumnya mudah terurai di alam. Namun persistensi yang singkat kadang-kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomi, karena untuk mencapai keefektifan pengendalian yang maksimum pada tingkat populasi tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang. Walaupun demikian, insektisida atau pestisida nabati memungkinkan untuk digunakan pada saat menjelang panen.
Selain memiliki senyawa aktif utama di dalam ekstrak tumbuhan juga terdapat senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif, karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal. Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil kemungkinannya terjadi resistensi silang.
Pada umumnya insektisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan insektisida dari bahan nabati yang pada umumnya tidak mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:

  1. Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat.
  2. Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit.
  3. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur.
  4. Racun syaraf.
  5. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga.
  6. Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap.

Sumber : Sinar Tani Edisi 17-23 Oktober 2012 No.3478 Tahun XLIII

Comments are closed.